MAKALAH ETIKA BISNIS
TANGGUNG JAWAB BISNIS TERHADAP PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP
Kelompok 5
Dosen : Widyatmini, SE, MM
TANGGUNG JAWAB BISNIS TERHADAP PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP
Kelompok 5
Dosen : Widyatmini, SE, MM
Disusun Oleh:
Desire Veronica (11216841)
Jefriza Akbar (13216690)
Mochamad Razak (14216453)
Neni Pujianti (15216384)
Jefriza Akbar (13216690)
Mochamad Razak (14216453)
Neni Pujianti (15216384)
PROGAM STUDI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2019
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas
limpahan rahmat dan kasih‐Nya, atas anugerah hidup dan kesehatan yang telah
kami terima, serta petunjuk‐Nya sehingga kami diberikan kemampuan dan kemudahan
dalam penyusunan Makalah Etika Bisnis tentang Tanggung Jawab Bisnis Terhadap
Pelestarian Lingkungan Hidup.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih belum cukup
baik, kami menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat dalam makalah ini. kami juga menyadari bahwa kami
masih banyak mempunyai keterbatasan pengetahuan dalam materi, sehingga
menjadikan keterbatasan bagi saya pula untuk memberikan penjelasan yang lebih
dalam tentang masalah ini, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun
selalu kami harapkan demi kesempurnaan karya tulis ini.
Akhir kata, kami mohon maaf sebesar-besarnya bila terdapat
kekurangan dan kesalahan. Semoga makalah ini membawa manfaat bagi kita dan juga
dapat menambah pengetahuan kita agar dapat lebih luas lagi.
Bekasi, 18 Maret2019
DAFTAR ISI
COVER.............................................................................................................................. i
KATA
PENGANTAR...................................................................................................... ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................... iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang............................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................... 1
1.3
Tujuan Masalah............................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Kasus Dimensi
Polusi dan Penyusutan Sumber Daya................................................... 2
2.2 Analisis Kasus Berdasarkan Teori Etika dan Lingkungan............................................ 3
2.3 Pelanggaran Etika.......................................................................................................... 4
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan.................................................................................................................... 6
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
BHP (berubah
nama menjadi BHP Billiton sejak 2001 setelah merger dengan BillIton PLC)
didirikan di Australia pada tahun 1885 sebagai perusahaan yang bergerak dalam
penemuan, pengembangan, produksi sumber daya, pemasaran biji besi, baja, batu
bara, tembaga, gas dan minyak, berlian, perak, emas, timah, seng, dan beberapa
sumber daya alam lainnya. Pada abad 20, perusahaan menjadi pemimpin pasar
global dalam tiga bidang operasi bisnis: mineral, minyak, dan baja. Pada
1967, Papua Nugini menunjuk BHP untuk mengembangkan tambang guna mengeksplotasi
simpanan tembaga terbesar yang ditemukan pada tahun 1963 di dataran tinggi
bagian barat Papua Nugini. Pemerintah kemudian secara resmi memberikan izin
untuk pembentukan kelompok Ok Tedi Mining Company
Limited (OTML), sebuah
perusahaan patungan yang didirikan
untuk mengembangkan tambang Ok Tedi. Tambang ini dimiliki oleh BHP sebanyak
52%,pemerintah Papua Nugini memiliki 30%, dan Inmet Mining Corporation,
perusahaan Kanada, memiliki 18%.
1.2
Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah
1.
Apa Saja Kasus Dimensi Polusi dan
Penyusutan Sumber Daya?
2.
Apa Saja Analisis Kasus Berdasarkan Teori Etika dan Lingkungan?
3.
Apa Saja Pelanggaran Etika?
1.3
Tujuan
Masalah
Adapun tujuan
masalah dari makalah ini sebagai berikut:
1.
Untuk Mengetahui Kasus Dimensi Polusi dan Penyusutan Sumber
Daya.
2.
Untuk MengetahuiAnalisis Kasus Berdasarkan Teori
Etika dan Lingkungan.
3.
Untuk MengetahuiPelanggaran Etika.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kasus Tentang Dimensi Polusi dan
Penyusutan Sumber Daya
Tambang
ini akan menggunakan teknik tambang
terbuka konvensional untuk mengekstrak sekitar 30 juta ton bijih tembaga dan 55
juta ton limbah batuan setiap tahun. UU Pertambangan tahun 1976 mengharuskan
kontrol lingkungan konvensional digunakan oleh OTML untuk meminimalkan
kerusakan lingkungan, termasuk fasilitas penyimpanan besar di belakang
bendungan yang akan digunakan untuk menyimpan sekitar 80% tailing dan limbah
yang dihasilkan oleh tambang. Pembangunan fasilitas penampungan limbah tailing
dimulai pada 1983, setahun sebelum tambang dijadwalkan beroperasi. Namun pada
tahun 1984 tanah longsor menghancurkan fondasi bendungan penampungan
limbah tersebut. OTML
meminta kepada pemerintah
untuk mengijinkan tambang dibangun tanpa fasilitas pembuangan limbah, atau pembukaan tambang tidak sesuai dengan waktu
yang dijadwalkan. Pemerintah
Papua Nugini kemudian
mengijinkan tambang beroperasi tanpa fasilitas penampungan limbah.
Efek dari pembuangan limbah ini mulai
terlihat pada hutan hujan sekitar sungai Ok Tedi dan Fly pada 1980-an ketika
tingkat sedimen dari sungai meningkat lebih dari empat kali lipat, dari level
alami sebelumnya 100 bagian per juta menjadi 450-500 bagian per juta. Di banyak
tempat, sedimen dan batu menaikkan tingkat dasar sungai sampai dengan 5-6
meter, meningkatkan frekuensi banjir dan luapan air. Sedimen di hutan yang terendam air
mengurangi tingkat oksigen
dalam tanah, akar
pohon dan vegetasi mengalami kekurangan
oksigen, dan secara bertahap
membunuh mereka (efek yang disebut
dieback). Wilayah hutan yang mati terus bertambah dari 18 km di tahun
1992 menjadi 480 km pada tahun 2000 dan diperkirakan pada akhirnya meningkat
menjadi antara 1.278 km dan 2,725 km Limbah juga mengakibatkan menurunnya
jumlah ikan di sungai hingga 90%.
Kejadian-kejadian ini
tidak serta merta
membuat pemerintah Papua
Nugini menutup tambang OTML. Hal ini dikarenakan Pemerintah Papua Nugini
dan sebagian masyarakat Papua Nugini
telah bergantung secara
ekonomi pada tambang
ini. Keberadaan tambang ini telah membawa perubahan, sejak mulai beroperasi tambang telah
menyumbang sekitar $ 155.000.000 per tahun berupa royalti dan pajak kepada
pemerintah. Selain itu, tambang mempekerjakan sekitar 2.000 pekerja langsung
dan 1.000 lain yang bekerja untuk kontraktor yang disewa untuk menyediakan
layanan dukungan ke tambang, ditambah beberapa ribu orang yang memberikan
barang dan jasa untuk para penambang
dan keluarga mereka. Tambang ini
juga telah mendirikan
Fly River Development Trust
untuk memastikan bahwa
warga hilir di
sepanjang sungai menerima
beberapa manfaat ekonomi
dari tambang perusahaan. Kontribusi sekitar
$3.000.000 pertahun diberikan kepada yayasan, yang digunakan untuk
mengembangkan daerah dengan membangun 133 balai desa, 40 kelas, 2 perpustakaan
sekolah, 400 lampu dan pompa tenaga matahari, 600 tangki air, 23 klub
perempuan, dan 15 klinik. Karena ketergantungan inilah
mereka tidak ingin
tambang tutup meskipun
tambang tetap melanjutkan membuang
200.000 limbah setiap
harinya ke sungai
Ok Tedi dan malapetaka lingkungan tetap berlanjut..
Pada September 1999 BHP telah mendiskusikan beberapa pilihan bersama pemerintah
Papua Nugini, tetapi pada Januari 2000 perusahaan belum bisa
memutuskan apa yang
harus dilakukan terhadap
bencana yang terus bertambah.
2.2 Analisis Kasus
Berdasarkan Teori Etika dan Lingkungan
Kegiatan pertambangan yang dilakukan oleh Ok Tedi Copper Mine memberi
dampak yang tidaklah kecil terhadap alam Papua Nugini. Di antaranya adalah :
1. Pencemaran Air
OTML sebagai
kelompok penambangan yang
ditunjuk untuk melakukan
proyek eksplorasi bahan tambang di Papua Nugini, memberikan dampak
negatif pada air di sungai Fly yang mengalir ke bagian timur dan berakhir di
Lautan. Terjadinya sedimentasi di dasar sungai dan adanya kandungan dari sisa
tembaga yang diekstraksi sebanyak 0.02 miligram per liter, mengakibatkan
menurunnya jumlah ikan di sungai sebesar 90% yang mempengaruhi pada
berkurangnya pasokan makanan bagi masyarakat, dan juga menghilangnya beberapa
spesies ikan dan
organism dari perairan.
Selain itu, pendangkalan yang
terjadi berakibat pada sulitnya kano (merupakan alat transportasi yang
digunakan masyarakat) untuk digunakan. Pada saat terjadinya curah hujan yang
tinggi, bisa terjadi banjir karena tidak mampunya lagi sungai untuk menampung
jumlah air.
2. Pencemaran Tanah
Sebagai lanjutan
dari polusi air,
pencemaran tanah terjadi
akibat dari banjir
yang membawa serta kandungan bahan kimia ke atas tanah dan merusak
tanaman kebun desa, terutama yang berada di sekitar sungai. Sedimen yang
terbawa ke hutan sekitar sungai membuat
kadar oksigen dalam
tanah berkurang, sehingga
akar pohon dan
vegetasi lainnya kekurangan oksigen dan dapat mengakibatkan kepunahan
dari hutan itu sendiri
3. Penyusutan Spesies dan Habitat
Dari
kedua pencemaran tersebut, dapat dilihat bahwa apa yang dilakukan oleh OTML
mengakibatkan terjadinya penyusutan spesies dan habitat di Papua Nugini. Berkurangnya
ikan dan tanaman
yang merupakan komoditas
ekonomi sederhana masyarakat
(dan merupakan budaya masyarakat), digantikan dengan ekonomi
yang lebih modern (merubah gaya hidup masyarakat).
2.3 Pelanggaran Etika
Dalam kasus ini, OTML telah melakukan pelanggaran etika seperti yang
dijelaskan di bawah ini:
1. Etika ekologi
Etika
ekologi adalah sebuah etika yang mengklaim bahwa kesejahteraan dari
bagian-bagian non-manusia di bumi ini secara intrinsik memiliki nilai
tersendiri dan bahwa, karena adanya
nilai intrinsik ini,
kita manusia memiliki
tugas untuk menghargai dan
mempertahankannya. Dalam kasus ini perusahaan tambang OTML serta Pemerintah
Papua Nugini jelas telah mengabaikan etika ekologi. Lingkungan merupakan bagian
dari sistem ekologi
yang harus dihargai
dan dipertahankan. Perusahaan
OTML justru membuang limbah sisa penambangannya ke sungai Ok Tedi dan Pemerintah
Papua Nugini menyetujuinya, hal
ini tentunya menimbulkan pencemaran lingkungan.
Selama
hampir dua dekade terakhir, setiap harinya tambang telah membuang limbah
tambang sebesar 80.000 ton dan 120.000 ton limbah bebatuan ke sungai Ok Tedi,
yang mana mengalir ke sungai Fly, kemudian mengalir ke bagian timur Papua
Nugini dan kemudian berakhir di lautan. Penumpukan limbah yang berkelanjutan
telah merusak ekologi hutan hujan tropis dan rawa yang dialiri oleh sungai dan
telah menghancurkan desa yang
berada di tepi
sungai, dimana 50.000
penduduk memanfaatkan sungai untuk bercocok tanam dan memancing ikan.
2. Etika hak lingkungan blackstone
Menurut
Blackstone, lingkungan yang nyaman bukanlah sesuatu yang kita semua ingin
miliki : tapi sesuatu dimana yang lain berkewajiban untuk memungkinkan kita
memilikinya. Pada kasus ini OTML
memiliki kewajiban untuk memastikanbahwa masyarakat
disekitar tambang memiliki
lingkungan yang nyaman. OTMLtelah
melakukan sebagian kewajibannya dengan membangun sarana dan prasaranasosial
bagi masyarakat di sekitar tambang. Diantaranya mereka telah membangunfasilitas
kesehatan yang menurukan tingkat kematian bayi di daerah sekitar tambang dari
27% menjadi sekitar 2%, dan angka harapan hidup sekitar 30 tahun menjadi lebih
dari 50 tahun. Tidak hanya itu, kejadian malaria pada anak-anak di daerah
sekitar menurun dari 70% menjadi kurang dari 15%, dan pada orang dewasa menurun
dari 35% menjadi kurang dari 6%. Namun, OTM juga berkewajiban
menyediakan lingkungan yang nyaman yang bebas dari pencemaran limbah sisa
penambangan, yang sayangnya tidak dipenuhi oleh OTML, karena pencemaran
lingkungan yang terjadi akibat dari proses produksi
3. Etika utilitarian terhadap
pengendalian polusi
Dalam
salah satu teori pendukung utilitarian yaitu biaya pribadi dan
biayasosial, salah satu
kelemahan teori ini
menyebutkan bahwa sejauh
tidak wajib membayar biaya eksternal, perusahaan tidak akan tertarik untuk menggunakan teknologi yang mampu mengurangi
atau menghapuskan biaya tersebut. Inilah yang terjadi pada kasus OTML,
perusahaan merasa tidak wajib membayar biaya yang timbul dari pembuangan limbah
ke sungai Ok Tedi yang mengakibatkan kerusakan lingkungan jangka panjang. Studi
menemukan meskipun tambang harus ditutup tetapi sedimen yang sudah ada di
sungai akan terus dapat membunuh hutan disekitar sungai untuk masa 40 tahun.
Perusahaan tidak memikirkan bahwa jika ada biaya eksternal yang harus dibayar,
berapa biaya yang harus dibayar untuk memperbaiki kerusakan hutan di sekitar
sungai selama 40 tahun. Perusahaan lebih memilih tidak membangun tempat
membuangan limbah, dengan alasan lokasi tempat pembuangan limbah rawan longsor,
sehingga akan membuat perusahaan mengeluarkan banyak biaya jika harus membangun
kembali penampungan limbah setiap kali terjadi longsor.
4. Penyelesaian : tugas-tugas
perusahaan
a.
Meminta pihak yang menyebabkan polusi untuk mengganti rugi.
Dalam hal ini, OTML sudah melakukan
kewajibanmnya untuk mengganti rugi tuntutan atas pencemaran yang telah
dilakukan, sebesar $500 juta, dimana $90juta dibayar tunai kepada 30.000 orang
yang tinggal di sepanjang sungai Ok Tedi dan Fly, $35 juta dibayarkan kepada
penduduk desa yang tinggal di sepanjang
sungai Ok Tedy,
dan $375 juta
(10% kepemilikan saham
di tambang, akan digunakan oleh pemerintah Papua Nugini. Selain itu OTML
akan menerapkan rencana
bendungan tailing dalam
rangka memenuhi kewajiban untuk
memasang alat-alat pengendali polusi.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Pada akhirnya, keputusan
BHP (sebagai pemilik mayoritas) untuk tidak memperpanjang kontrak dan
memutuskan untuk berhenti melakukan penambangan adalah kebijakan yang paling
tepat. Sekalipun timbul masalah lain berupa pukulan ekonomi dan sosial kepada
masyarakat nasional, provinsi, dan lokal terutama bagi masyarakat yang telah
bermigrasi ke daerah tambang, pemerintah dapat mengalokasikan tenaga kerja
mereka ke sector pertanian dan peternakan yang merupakan budaya awal mereka.
Sehingga tidak akan terjadi lagi kekurangan pasokan pangan dan naiknya harga
pangan.
Kasus ini merupakan contoh dari
pelanggaran atas etika yang berhuhubungan dengan alam. Dengan harapan, kasus
ini menjadi contoh agar negara-negara lainnya terutama negara berkembang tidak
mudah memberikan perijinan menyangkut tambang yang bisa merusak lingkungan,
walaupun memberikan hasil yang menjanjikan, karena harus dipikirkan dampak ke
depannya, terutama bagi generasi selanjutnya.
3.2
DAFTAR PUSTAKA
http://dokumen.tips/documents/bab-5-etika-bisnis-5669c5427a6d2.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar